109 Organisasi Mendesak Polri Agar Membebaskan 3 Pemuda di Polres Malang
Ilustrasi ketiga orang pemuda/ mahasiswa yang ditahan di Polres Malang. Sumber: Jauhar/ LBH Surabaya. |
MALANG—Ada 109 organisasi dari berbagai provinsi di Indonesia menyatukan simpul solidaritasnya dengan menutut institusi kepolisian agar membebaskan tiga orang pemuda yang ditahan di Polres Malang.
Melalui sebuah siaran pers, Jauhar dari LBH Surabaya mengatakan, meski dalam situasi krisis akibat pandemi, tetap saja terjadi tindakan yang tidak demokratis berupa penangkapan dan penahanan tanpa prosedur serta melanggar hak warga negara kembali terjadi oleh institusi kepolisian. Selasa, (21/4).
Kali ini terjadi di wilayah hukum Polres Malang, dengan menangkap dan menahan tiga mahasiswa bernama Ahmad Fitron Fernanda, M. Alfian Aris Subakti, dan Saka Ridho, atas tuduhan vandalisme, kemudian dituduh menyebar hasutan.
"Tindakan penahanan ini tidak mencerminkan profesionalitas polisi sebagai penegak hukum dalam melakukan penangkapan dan penahanan yang tidak sesuai aturan yang ada," ujar dia.
Pasalnya, kata Jauhar, ketiga pemuda yang ditahan saat ini ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian.
"Menurut keterangan dari keluarga korban, ketiga pemuda ini tiba-tiba ditangkap tanpa menunjukan surat penahanan yang jelas dan alasan penangkapan yang prematur, karena hanya berbasis dugaan yang spekulatif tanpa disertai bukti yang jelas," ungkapnya.
Saat itu pada tanggal 19 April 2020, sekitar pukul 20:20 WIB, berkisar lima orang polisi mendatangi kediaman Fitron di Sidoarjo.
"Menurut keterangan ayah Fitron, tiga polisi bertugas di Malang dan dua orang yang lain merupakan polisi Sidoarjo," bebernya.
Saat dimintai surat penjemputan oleh kelurga Fitron, polisi malah menunjukan surat yang tidak ada nama yang bersangkutan.
"Sehingga Fitron sempat menolak untuk menuruti permintaan polisi tersebut," kata Jauhar.
Namun Fitron akhirnya terpaksa mengikuti polisi lalu dibawa ke Polres Malang. Tak hanya itu, polisi juga menggeledah kediaman nenek Fitron di Tumpang [tempat Fitron tinggal selama kuliah di Malang] untuk mencari barang-barang Fitron yang berkenaan dengan gerakan anarko.
Sebagai catatan, Fitron yang bernama lengkap Fitron Fernanda iti merupakan aktivis pers Mahasiwa di UM Malang.
Sekedar diketahui, Fitron selama ini juga aktif sebagai Komite Aksi Kamisan yang giat menyuarakan hak asasi manusia dengan melakukan aksi bisu di depan Balai Kota Malang setiap Kamis sore.
Dalam kegiatannya sebagai pers mahasiswa, Fitron selama ini juga sering meliput perjuangan warga yang menolak tambang emas di Gunung Tumpang Pitu dan Salaka.
Serta aktif mengkampanyekan #SaveLakardowo di mana pembuangan limbah berbahaya oleh PT. PRIA di Mojokerto, yang dianggapnya sangat mengganggu kesehatan bagi warga sekitar pabrik.
Sementar Kedua pemuda lainnya yakni Alfian dan Saka ditangkap di rumahnya pada tanggal 20 April 2020.
Alfian dibawa polisi dari rumahnya di daerah Pakis, Malang, sekitar pukul empat pagi. Sedangkan Saka dijemput di rumahnya di Singosari pada pukul 05.00 WIB oleh lima personel kepolisian yang tidak berseragam.
Diketahui, Saka dan Fian juga sering mengikuti agenda Aksi Kamisan Malang. Mereka selama ini juga mendampingi petani desa Tegalrejo di Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, yang sedang berjuang mempertahankan lahannya dari serobotan PTPN.
"Ketiga pemuda itu, diproses secepat kilat tanpa memperhatikan langkah-langkah hukum yang ada. Hal ini sangat bertentangan dengan azas keadilan," beber Jauhar.
Lanjut, kata dia, mereka diperlakukan bak teroris dan berbahaya, padahal pemuda ini kooperatif dan bekerja sama dengan baik.
"Apalagi tuduhan yang disangkakan sangat samar. Polisi lalu menaikkan status mereka menjadi tersangka dengan Pasal 160 Tentang Penghasutan yang merupakan delik materil," imbuhnya.
Sebelumnya, perlu diketahui, saat Tekad Garuda (Gabungan dari LBH Surabaya, Walhi Jatim, dan elemen lainnya) pernah menangani perkara Pak Suparmo yang merupakan petani di Pakel, Licin, Banyuwangi. Ia dikenakan pasal serupa, atas laporan PT. Bumisari karena dianggap melakukan penghasutan untuk reklaiming lahan Bumisari.
"Padahal HGU Bumisari tidak pernah masuk ke wilayah Pakel. Saat sidang, majelis hakim menerima eksepsi dari terdakwa," tambahnya.
Menurut majelis hakim di PN Banyuwangi, beber Jauhar, pasal 160 merupakan delik materil dengan argumentasi, kalau belum ada akibat yang timbulkan maka seseorang tidak bisa dikenakan pasal tersebut.
"Sudah jelas apa yang menimpa ketiga pemuda tersebut merupakan tindakan tidak demokratis, tidak menghargai hak warga negara serta cacat prosedur hukum," tegasnya.
Atas dasar tersebut, 109 organisasi dan 9 individu selaku masyarakat sipil mendesak Kepolisian Republik Indonesia agar segera membebaskan agar membebaskan ketiga pemuda yang ditahan oleh Polres Malang.
"Karena telah menyalahi prosedur dan merupakan tindakan berlebihan, sangat bertolak belakang dengan hak asasi manusia," kata Jauhar.
Lebih jauh, Jauhar mendesak agar dibatalkan status tersangka, "karena bertentangan dengan azas keadilan, tidak hanya pasal yang disangkakan, namun pasal-pasal lainnya yang akan disangkakakan, sebab tidak ada bukti jelas. Penentapan tersebut sifatnya dugaan spekulatif," kuncinya. (**)