Membongkar Kekerasan Seksual di Organda: Panggilan Solidaritas untuk 'S'
Sumber: Jawa Pos (ilustrasi). |
Pelecehan dan Kekerasan Seksual
Sungguh tak bisa dipungkiri, kekerasan dan pelecehan seksual merupakan persoalan pokok dalam tatanan sosiologis masyarakat. Ia muncul sesungguhnya sebagai benalu sosial, memantik ketimpangan sosial. Anomali budaya patriarki memicu maraknya lelaki yang berperilaku misoginis. Dan sudah tentu, korban dari segala persoalan itu adalah perempuan yang memang tergolong rentan.
Hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya bermunculan korban kekerasan maupun pelecahan seksual. Salah satu dari sekian banyaknya kekerasan disertai pelecehan seksual dialami oleh penyintas berinisial “S” yang dilakukan oleh pelaku berinisal MSF.
"Kami dari Komite Sahkan RUU PKS bersama LBH APIK Sulsel, mendapatkan laporan kekerasan yang dilakukan oleh seseorang yang berinisial "MSF" yang merupakan alumni Universitas Hasanuddin (UNHAS), jurusan Hukum Perdata, angkatan 2011 dan lulus di tahun 2018 lalu. Sekarang bekerja sebagai pegawai di Bawaslu Sulawesi Barat," kata Aeni, Humas Komite Sahkan RUU PKS.
MSF telah dilaporkan ke polisi atas kasus penganiayaan. Meskipun begitu, pelaku sempat meremehkan laporan penyintas kepada pihak kepolisian dengan mengatakan bahwa “Ahh, paling 3 bulan ji [masa hukumannya],” kata MSF, disampaikan oleh Humas Komite Sahkan RUU PKS.
Tak sebatas itu, adanya tindak penganiayaan yang dialami penyintas selama membangun relasi bersama pelaku sejak Desember 2016 silam. Bahkan, kekerasan fisik maupun verbal dirasakan oleh penyintas. Sehingga sadar tidaknya, penyintas mengalami tekanan psikis yang luar biasa.
Kronologi
Awal mula cerita pilu ini pada 2016, ketika pelaku membujuk penyintas untuk menjadi ketua organisasi daerah (Organda). Setahun kemudian, sekitar bulan Maret – April, pelaku mulai mengekang dan mengintimidasi penyintas dan membatasi ruang geraknya dalam beraktivitas, termasuk ruang pertemanan penyintas. Hal itupun memicu pertengkaran, sehingga penyintas merasa tertekan. Imbasnya, penyintas melarikan diri dari kegiatan organisasi daerah.
Pada Mei 2017, pelaku berupaya mendekati penyintas dengan pendekatan personal. Pelaku memanipulasi penyintas dengan memacari (relasi) dengan dalih agar penyintas tidak mundur dari jabatannya sebagai ketua Organda.
Selama periode kepengurusannya, penyintas merasa dikekang dan diintervensi secara tidak sehat sehingga penyintas tentu merasa kehilangan independensinya dalam kerja-kerja organisasi, misal dalam pengambilan keputusan di organisasi.
Juli 2017, penyintas memberitahu pelaku bahwa dirinya kini sedang hamil. Ia meminta pertanggung jawaban pelaku. Tetapi, pelaku tidak mempercayai kebenaran yang disampaikan penyintas terkait kehamilannya.
Sampai pada Agustus 2017, pelaku mulai percaya atas kehamilan penyintas dan pelaku mulai memaksa penyintas untuk menggugurkan kandungannya.
Oktober 2017, dengan kondisi yang dialaminya, penyintas merasa bahwa dirinya hanya dijadikan alat untuk memenuhi ambisi pelaku di organisasi sehingga penyintas kembali menjauhi pelaku.
Penyintas juga mengabari wakil ketua dan teman-temannya di Organda bahwa ia berniat mengundurkan diri sebagai Ketua organda karena tekanan yang terus-menerus ia dapatkan dari pelaku. Mengetahui hal tersebut, sontak pelaku kembali berulah dengan memanipulasi penyintas. Pelaku kembali meyakinkan penyintas bahwa ia akan bertanggung jawab atas perbuatannya. Selain itu, pelaku juga membujuk penyintas untuk menikah secara mut’ah pada 08 Oktober 2017.
Sejak saat itu, penyintas terus mengalami intimidasi berulang kali dan perlakukan yang tidak sesuai dengan norma kesusilaan pada umumnya. Hal ini ditandai dengan relasi yang tidak sehat antara penyintas dan pelaku atau yang dikenal dengan toxic relationship.
Tentunya, penyintas, merasa tidak aman, depresi dan penuh kecemasan. Pengekangan yang dialami penyintas berupa sikap dan tindakan pelaku yang over posesif, egois, suka memberi komentar negatif serta merendahkan penyintas.
November 2017, pelaku kembai berhasil membujuk dan mengintimidasi penyintas dengan memanfaatkan kondisi emosional penyintas yang kasihan ketika pelaku menceritakan kondisi Ayah pelaku yang katanya sedang sakit keras. Pasca itu, pelaku mulai menghilang dan tidak menghubungi penyintas lagi sekitar seminggu lamanya.
Hal itu tentu membuat penyintas merasa khawatir ditinggalkan pelaku. Dengan kondisi penuh ketakutan penyintas memberanikan diri untuk Speak up terkait kondisi yang dialaminya di salah satu senior Organda-nya.
Namun hal tersebut diketahui oleh pelaku. Pelaku pun marah dan mengancam penyintas dan meminta penyintas segera menarik pernyataan tersebut. Pelaku mendesak penyintas untuk menyatakan bahwa apa yang dikatakan penyintas itu tidak benar. Pelaku pun menmberi ultimatum bahwa ia tidak mau lagi mendampingi kepengurusan di Organda.
Tetapi penyintas menolak desakan pelaku terhadapnya. Karena terus-menerus ditekan oleh pelaku, penyintas berusaha berkomunikasi dengan kakak pelaku yang juga senior di Organda. Namun sayangnya, bukannya mendapat titik terang dari persoalannya, justru kakak pelaku tidak memberi respon yang soluktif atas persoalan si penyintas.
Persoalan yang dialami penyintas semakin rumit dikemudian hari. Desember 2017, kembali terjadi pertengkaran mulut antara penyintas dan pelaku. Penyintas meminta pelaku untuk mengembalikan dan memberikan rincian uang selama periode kepengurusan penyintas. Beberapa kali, pelaku mengelak dan bersikeras tidak mau memberikan uang tersebut.
Kemudian, penyintas menghubungi salah seorang pengurusnya terkait sikap pelaku dan sekaligus meminta untuk menghentikan kegiatan yang dilaksanakan saat itu. Pelaku lalu mendatangi kost penyintas dan menyeret penyintas untuk masuk ke dalam mobil yang dikendarai pelaku. Pada saat itu, penyintas menolak untuk masuk ke dalam mobil.
Kemudian pelaku dengan bengisnya menjepit tubuh penyintas dengan pintu mobil. Kejadian itu disaksikan langsung oleh teman penyintas yang datang ke kost penyintas pada malam itu.
Tindakan menyimpang pelaku tidak berhenti sampai di situ. Demi menjaga nama baik dan kepentingan pelaku secara organisasional, pelaku kembali membujuk penyintas untuk berdamai dan mengancam agar penyintas jangan meninggalkan pelaku (mengakhiri hubungan). Untuk meyakinkan penyintas, pelaku sempat menusukkan pulpen ke kepalanya sendiri hingga darah bercucuran sehingga hal itu membuat pelaku nyaris pingsan di hadapan penyintas.
Kejadian tersebut membuat penyintas tertekan secara psikologi. Akhirnya, penyintas dengan terpaksa kembali berhubungan baik dengan pelaku. Pelaku juga berkali – kali mengiming - imingi penyintas tentang niat pelau untuk menikahi penyintas.
Pasca kejadian itu, penyintas beberapa kali menagih janji pelaku untuk datang menemui orang tua penyintas. Akan tetapi, pelaku selalu mengelak dengan alasan belum memiliki kerja dan berbagai alasan lain seperti agama ayah penyintas yang berbeda dengan agama keluarga pelaku. Karena merasa pelaku inkonsistensi dan ingin melarikan diri dari tanggung jawab, penyintas memutuskan untuk menceritakan kejadian tersebut ke sahabat pelaku untuk mendapat solusi. Sahabat pelaku kemudian menghubungi pelaku, Tetapi, pelaku menghindar bahkan memblokir nomor kontak sahabatnya.
Pelaku yang mengetahui hal tersebut langsung datang ke kost penyintas dan membanting handphone penyintas hingga rusak. Pelaku menyatakan bahwa ia menyesal atas apa yang dilakukan oleh penyintas. Penyintas pun tidak mau menyerah untuk mencari bantuan atas apa yang telah terjadi pada dirinya. Ia memutuskan untuk menceritakan persoalannya ke organisasi pelaku dengan maksud agar penyintas bisa dimediasi dengan pelaku. Namun jauh panggang dari api, pihak organisasi tersebut mengatakan bahwa tidak ingin ikut campur dalam masalah penyintas dan pelaku.
Kondisi penyintas semakin memprihatinkan. Pelaku semakin tidak tahu diri dengan tindakan yang semakin mengintimidasi penyintas. Pada Februari 2019, penyintas menyadari dirinya kini tengah hamil dan memberitahu kepada pelaku. Penyintas trauma karena pernah mengalami pemaksaan aborsi oleh pelaku. Sempat penyintas memutuskan untuk berusaha pulang ke kampung halaman namun beberapa kali dicegah oleh pelaku. Dan pada tanggal 06 Maret 2019, penyintas mengalami keguguran. Penyintas saat itu meminta pelaku untuk membawanya ke rumah sakit. Tetapi, pelaku menolak dengan alasan yang tidak jelas.
Bahkan, angkin tidak ada keseriusan pelaku dalam bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya, justru pelaku kembali menunjukan tindakan yang tak terpuji. Bukannya menemani penyintas, tetapi pelaku justru meminta izin untuk pergi mengikuti tes di Bawaslu Sulbar. Dan benar saja, si pelaku meninggalkan korban dalam keadaan yang tidak sehat.
Pada Desember 2019, penyintas kembali mengalami kekerasan oleh pelaku. Penganiayaan terhadap penyintas dilakukan oleh pelaku dengan menonjok dan menampar wajah penyintas. Tak hanya itu, pelaku juga menghancurkan barang-barang yang ada di kost penyintas dan kembali membanting handphone milik penyintas hingga rusak.
Peristiwa penganiayaan itu dipicu karena penyintas yang saat itu menemani pelaku untuk membeli tiket pulang kampung di pelabuhan di minta oleh pelaku untuk pulang ke kost dengan ojek online karena pelaku berdalih ingin menemui temannya. Akibat kekerasan dan penganiayaan yang dialaminya, penyintas menjadi kesulitan untuk bekerja dan beraktivitas bebagaimana mestinya.
Di akhir tahun 2019, penyintas mengalami tekanan psikis selama berhubungan dengan pelaku hingga membuat penyintas berusaha untuk bunuh diri dengan meminum Baygon (Obat Nyamuk). Tetapi selang beberapa menit, pelaku dating. Bukannya menenangkan penyintas, pelaku justru mengejek penyintas dengan mengeluarkan bahasa yang terkesan merendahkan. Setelah itu, pelaku mengajak dan memaksa penyintas untuk berhubungan badan dengannya.
Pelaku juga kerap memaksa penyintas untuk berhubungan dengan dalih agar mereka tenang. Tetapi penyintas kerap menolak dengan mendorong tubuh pelaku yang berakibat kembali terjadi kekerasan seksual. Penyintas juga sering mengeluhkan kondisi psikisnya kepada pelaku tetapi pelaku justru memarahi penyintas atau bahkan mencaci maki penyintas.
Februari 2020, pelaku telah bekerja di kota Mamuju. Imbasnya, pelaku sulit dihubungi oleh penyintas. Bahkan, pelaku memblokir kontak penyintas di salah satu nomor whatsapp-nya. Penyintas kemudian memutuskan untuk pergi ke tempat di mana pelaku bekerja. Tetapi ternyata pelaku sedang berada di Makassar. Penyintas yang kecewa dengan sikap pelaku kemudian mengatakan akan memberitahu instansi tempat pelaku bekerja terkait perbuatan bejat pelaku.
Mengetahui hal itu, pelaku meminta penyintas kembali ke Makassar Namun ditolak. Pelaku kemudian mencaci - maki penyintas dengan sebutan Anjing dan mengirimkan pesan tidak senonoh ke penyintas yang isinya mengajak penyintas berhubungan badan.
Pada 30 April, di tahun yang sama, penyintas mulai mencurigai tingkah pelaku yang ditandai dengan nomor WA penyintas disembunyikan. Pelaku juga memiliki 2 (dua) handphone, yang salah satunya pelaku sembunyikan isinya kepada penyintas. Sekitar pukul 16.00 Wita, penyintas melihat adanya Sim card pelaku yang tertinggal di kost-nya. Dengan penasaran, penyintas kemudian memasang sim card tersebut di handphonenya dan mengaktifkan whatsapp pelaku.
Penyintas mendapati chat seorang perempuan. Akhirnya, penyintas mengkonfirmasi chat tersebut dengan menanyakan hubungan perempuan tersebut dengan pelaku melalui Video Call. Saat itu, penyintas melihat pelaku berada di kamar perempuan tersebut melalui video call.
Pelaku juga sempat mengirim pesan melalui instagram yang isinya menyuruh penyintas bunuh diri dengan cara memotong tangan atau meminum racun. Dengan tanpa perasaan, pelaku mengatakan bahwa ia ingin melihat penyintas mati. Penyintas yang mengetahui bahwa pelaku berselingkuh kemudian menelpon senior organda dan meminta bantuan. Sekitar pukul 19.00 Wita, pelaku mendatangi kost penyintas dan berusaha menahan penyintas.
Tetapi, di saat yang sama, salah seorang senior organda datang dan membawa penyintas yang saat itu sempat dikunci di dalam kamar oleh pelaku. Kemudian, pelaku dan penyintas sempat dimediasi oleh senior organda. Pelaku berjanji untuk bertanggung jawab, Namun penyintas yang ragu dengan sikap pelaku tidak berani mengiyakan untuk menikah dengan pelaku.
Pada malam yang sama, setelah mediasi, penyintas kembali untuk menemui pelaku meminta kejelasan sikap pelaku terkait chat pacar pelaku yang memojokkan penyintas yang menjustifikasi penyintas adalah orang gila yang mengarang-ngarang cerita. Setelah pertemuan itu, pelaku mengantar penyintas pulang ke kost.
Kemudian, kembali terjadi cekcok dikarenakan penyintas ingin melihat handphone pelaku. Pelaku kemudian kembali melakukan kekerasan terhadap penyintas. Ia berdiri dan mencengkram muka dan tangan penyintas hingga penyintas mengalami luka di wajah dan di tangan serta lebam di tangan kiri.
Mencari Keadilan
Hingga kini, penyintas masih mencari keadilan atas apa yang dilakukan oleh pelaku. Kekerasan maupun pelecehan seksual yang dialami oleh penyintas tentu menjadi catatan bagi kita bahwa kekerasan serta pelecehan seksual masih menjadi momok dan harus dijadikan musuh bersama.
"Kami dari Komite Sahkan RUU PKS dan LBH APIK Sulsel mendesak; (1) Hukum pelaku MSF dengan hukuman yang setimpal, (2) Mendesak Polrestabes Makassar untuk mempercepat proses Kasus secepatnya, (3) Pecat pelaku dari instansi ia bernaung yaitu Bawaslu Sulbar, (4) Mengganti kerugian korban baik material maupun nonmaterial, (5) memulihkan nama baik korban di dalam ruang sosial, (6) tidak memberi ruang kepada pelaku baik organisasi maupun instansi-instansi, (7) Sahkan RUU-PKS.
Mereka yang mendukung penuh sekaligus mendampingi penyintas sebagai bagian dari proses melawan pelecehan kekerasan seksual terhadap perempuan, dii antaranya ada Srikandi, LBH APIK Sulsel, Front Mahasiswa Kerakyatan (FMK) Makassar, Komunal, Fosis, Pembebasan, PMII FAI UMI, FNKSDA Kom Makassar.
"Kami mengajak kepada seluruh organisasi maupun individu untuk sama-sama bersolidaritas mendampingi penyintas. Mari ramaikan sosial media dengan hashtags #SayabersamaS #Lawanpelecehandankekerasanseksual #Stoppelecehandankekerasanseksual #Hapuskanpelecehandankekerasanseksual #SahkanRUUPKS," tegas Aeni.
____________________________
Sumber: Humas Humas Komite Sahkan RUU PKS.
Keterangan: tulisan di atas merupakan rilis dari Komite Sahkan RUU PKS bersama LBH APIK Sulsel yang sementara ditangani.
Tags: