Polisi "Brutal" Bikin Babak Belur Massa Aksi di Makassar: Batalkan Omnibus Law
Polisi berseragam lengkap dengan senjata gas air mata di tangannya (SC). Saat membubarkan massa aksi di atas Fly Over Makassar. (16/7). Dok: Nuralamsyah |
MAKASSAR —Sekitar pukul 17.00 Wita pada Senin, 16 Juli 2020. Ratusan mahasiswa dan pelajar mendatangi Mapolrestabes Makassar guna mendesak pihak kepolisian agar membebaskan peserta aksi yang tertangkap di hari itu juga.
"Bebeskan kawan kami!!!," demikian bunyi tulisan pada spanduk yang mereka bentangkan di halaman Polrestabes Makassar. Sembari menyanyikan yel-yel, "Pak Polisi.. Pak Polisi... Jangan tangkap kami.... Pak Polisi... Pak Polisi... Jangan tembak kami lagi," begitu seterusnya.
Hal itu sebagai bentuk mendesak kepada Polerstabes Makassar untuk segera membebaskan seluruh peserta aksi yang ditangkap, kata Faris.
"Gagalkan Omnibus Law"
DPR RI melangsungkan Rapat Paripurna dengan membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Prioritas 2020, pada Senin 16 Juli 2020. Salah satu pembahasaanya adalah RUU Cipta Kerja yang selama ini masih menuai kontoversi, utamanya bagi buruh, petani, kaum miskin kota, nelayan, perempuan, mahasiswa, bahkan pelajar.
Di momen tersebut, sejumlah elemen masyarakat sipil di Makassar nampak memadati Jalan Urip Sumoharjo tepatnya di depan Kantor DPRD Provinsi Sulawesi Selatan dan Fly Over Makassar, Senin, (16/7/2020).
Salah satu peserta aksi yang mengaku bagian dari Aliansi Mahasiswa Makassar (Makar), Faris mengatakan bahwa pihaknya mendesak negara dan seluruh isinya agar membatalkan pengesahan RUU Omnibus Law dan segera wujudkan pendidikan gratis.
"Khusunya DPR RI, kami menutut agar hentikan bacot anda. Hentikan usaha anda untuk mengesahkan RUU Omnibus Law. Batalkan semua Undang-undang yang bermasalah dan mengancam kehidupan rakyat," ujarnya.
Kronologi Singkat Aksi di Makassar
Sekitar pukul 14.20 Wita, aparat membubarkan peserta aksi secara paksa dengan cara menembakkan gas air mata ke arah Fly Over sehingga mengenai massa Alinasi Makar.
Massa Aliansi Makar kemudian berhamburan di atas Fly Over untuk menghindari asap gas air mata itu. Berselang beberapa menit, aparat kemudian melakukan pengejaran hingga penyisiran ke depan kampus Universitas Bosowa dan Universitas Muslim Indonesia di Jalan Urip Sumoharjo.
Telihat polisi betul-betul enggan memberi ampun bagi para pendemo di hari itu. Pasalnya, mahasiswa diburu hingga ke lorong-lorong, gang-gang kecil kemudian ditembaki gas air mata.
Peserta Aksi Tertangkap
Telah terjadi represifitas terhadap peserta aksi, khususnya kepada Aliansi Makar, dengan melakukan pemburuan, pemukulan, penangkapan sewenang-wenang sampai ada penyitaan barang pribadi.
"Ada sekitar 30 lebih pelajar dan mahasiswa yang ditangkap, atau masih dinyatakan hilang. Di antaranya adalah perempuan dan terdapat 2 orang tergolong usia anak. Ini yang baru terdata," tutur Muhammad Ansar, Advokat LBH Makassar.
Menurutnya, tindakan aparat hari ini telah mengancam demokrasi dan menciderai kinerja institusi kepolisian sendiri.
"Tindakan tersebut diduga kuat telah melanggar prinsip-prinsip HAM dan aturan hukum dalam menjalankan tugasnya," ujarnya.
Tindakan "Brutal" Aparat
Oleh karena itu, adanya pembubaran paksa peserta aksi oleh Kepolisian diduga kuat telah menciderai hak kebebasan berpendapat dan berekspresi yang dijamin oleh konstitusi sebagaimana yang diatur dalam UUD Pasal 28 ayat 3, UU No. 9 Tahun 1998, UU No. 39 Tahun 1999, dan UU No. 12 Tahun 2005.
Kepolisian juga diduga telah mengabaikan kewajiban dan tanggungjawabnya dalam memastikan perlindungan HAM, menghargai asas legalitas dan prinsip praduga tidak bersalah dalam menyelenggarakan pengamanan. Bahkan, tindakan aparat kesemuanya diduga telah melanggar pasal 13, 14, dan 24 yang telah diatur dalan Peraturan Kepala Kepolisian (Perkap) No. 09 Tahun 2008.
Selain itu, “Setiap petugas/anggota Polri dilarang melakukan penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang dan tidak berdasarkan hukum," bunyi Perkap No. 08 Tahun 2009 Pasal 11 ayat 1 poin a.
____________
Penulis: Nuralamsyah
Tags: