Mahasiswa Makassar Mendesak Negara untuk Membatalkan Omnibus Law & Mewujudkan Pendidikan Gratis
MAKASSAR — Aliansi Mahasiswa Makassar (Makar) dan Aliansi Pelajar Makassar (APM) yang tergabung dari 12 kampus dan siswa dari berbagai sekolah tengah menggelar aksi demonstrasi dengan melakukan long march dari depan Masjid 45 jalan Urip Sumoharjo menuju Kantor DPRD Sulsel dengan melewati Fly Over sembari berorasi dan bernyanyi. Jum'at, (14/8/2020).
Mengapa menolak Omnibus Law?
Pada 13 Februari 2020 lalu, Pemerintah Indonesia secara resmi mengajukan Rancangan Undang Undang Cipta Kerja kepada DPR RI.
RUU Cipta Kerja tersebut menggunakan model Omnibus Law, dalam teknis penyusunannya, secara substansi rancangan ini memuat perubahan, penghapusan, dan pembatalan atas 79 Undang-Undang.
Kebijakan itu diklaim oleh pemerintah dapat meningkatkan investasi dengan pendekatan penyederhanaan perizinan sekaligus mengharmonisasikan aturan-aturan yang dianggap menghambat berjalannya arus modal.
"Maka dari itu, penggusuran, penyingkiran hak masyarakat adat, perusakan lingkungan, krisis pangan, penyingkiran hak-hak pekerja, liberalisasi sektor publik (kesehatan dan pendidikan) menjadi hal akan sering kita jumpai jika rancangan aturan ini berhasil disahkan," ujar Jenderal Lapangan, Rizal kepada SUARA KITA, Jum'at, (14/8/2020).
Aksi Mahasiswa di Depan Kantor DPRD Sulsel. (Tampan) |
Gelombang penolakan Omnibus Law Cipta Kerja dari berbagai elemen telah nampak sejak awal perancangan. Pasalnya, kebijakan ini dinilai bermasalah dari aspek formil maupun materilnya.
Belum lagi perumusan kebijakan tersebut yang disebut tertutup dengan menjadikan ketua Kadin (Kamar Dagang Indonesia) sebagai Ketua Satuan Tugas, dan sebaliknya tidak melibatkan aktor-aktor yang akan terdampak seperti pekerja, masyarakat adat, petani, nelayan, dan masyarakat sipil lainnya.
Rizal menegaskan bahwa kehadiran aturan tersebut bukan malah mengakomodir masyarakat luas tetapi hanya untuk segelintir oligarki bangsa ini.
Dampak Omnibus Law ke sektor pendidikan
Dalam ketentuannya, peraturan ini juga akan berdampak besar terhadap bidang pendidikan dengan menghilangkan kewajiban prinsip nirlaba serta mempermudah penyelenggaraan Lembaga Pendidikan Asing.
Efeknya, kata Rizal, biaya pendidikan akan semakin mahal sehingga menyebabkan akses pendidikan semakin sulit. Dan sebaliknya, pemerintah malah memberikan keleluasan kepada investor untuk menanamkan modalnya pada sektor pendidikan.
"Sejauh ini, hak atas pendidikan warga negara masih belum menjadi prioritas. Bahkan celakanya, pemerintah abai terhadap tanggungjawab tersebut. Dalam masa krisis seperti ini sekalipun, belum ada kebijakan yang radikal oleh pemerintah untuk membebaskan seluruh biaya pendidikan agar pendidikan tetap aksesibel untuk semua," jelasnya.
Aksi protes mahasiswa yang berlangsung hingga sore, (14/8). (Tanpan) |
Bahkan, menurut Rizal, masih banyak masalah lain, seperti tuntutan pada saat aksi #ReformasiDikorupsi 2019 yang belum dijalankan oleh pemerintah dan DPR," pungkasnya.
Hingga jam menujukkan pukul 18:10 Wita, Massa mahasiswa dan pelajar membubarkan diri setelah membacakan pernyataan sikapnya.
Gugatan Aliansi Mahasiswa & Pelajar Makassar
- Gagalkan Omnibus Law Cipta Kerja.
- Wujudkan Pendidikan Gratis.
- Wujudkan Kesehatan Gratis.
- Tolak UU Minerba, UU KPK, UU Pendidikan Tinggi, RUU Ketahanan Keluarga, RUU Pertanahan, dan Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
- Hentikan Kekerasan Akademik dan Wujudkan Demokratisasi Kampus.
- Bebaskan Seluruh Aktivis Pro Demokrasi dan Hentikan Kriminalisasi Aktivis.
- Hentikan Perampasan Ruang Hidup
- Tolak Kebijakan Kampus Merdeka.
- Tolak Dwi Fungsi TNI-Polri.
- Adili Pelaku Pelanggaran HAM