Ad Under Header

OPINI: Perempuan, Ekologi, dan Keputusan Terakhir

 



Penulis: Rini Asriasni

_Spesial, International Women’s Day_


OPINI, Sulselpos.id---Semua hari diciptakan untuk jadi istimewa. Namun karena hanya sewaktu-waktu manusia memiliki peristiwa yang besar , ia menandai satu hari itu dengan peringatan-peringatan kembali, mengenang dan memperbaiki. Misalnya, International Women’s Day (IWD), 8 Maret hari ini.


Dikutip dari tirto.id, peringatan hari perempuan sedunia dimulai dengan peristiwa demostrasi oleh belasan ribu perempuan di New York City, Amerika Serikat dengan tuntutan pemotongan jam kerja, gaji yang sepadan, dan hak perempuan untuk ikut dalam pemilu, tahun 1907.


Karena banyaknya aksi-aksi yang dilakukan oleh perempuan di berbagai negara dan bertepatan pada 8 Maret, seperti aksi damai oleh perempuan untuk menentang Perang Dunia I di Rusia tahun 1913, momentum advokasi kesetaraan gender di era Perang Dunia II, tidak hanya Rusia, Jerman, Inggris, dan negara lainnya juga menggelar kegiatan khusus pada 8 Maret untuk memperjuangkan hak-hak perempuan. 


Selanjutnya tanggal 8 Maret 1975, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mulai memperingati meskipun belum secara resmi ditetapkan. Selang dua tahun berikutnya, 1977, 8 Maret diresmikan sebagai hari perempuan internasional.


Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, tema IWD kali ini adalah #ChoosToChallenge: Call Out Gender Bias and Inequalit tema yang penuh harapan bagaimana perempuan menjawab tantangan dunia hari ini dan yang akan datang. Lalu, apa sih tantangan dunia hari ini?


Tidak bisa dipungkiri, bahwa masalah terbesar manusia hari ini adalah krisis ekologi. Krisis ini meliputi hal-hal yang berkaitan dengan manusia, udara, air, tanah, dan semua kebutuhan dasar manusia yang alami.


Keaktifan atau kepasifan manusia dalam merespon krisis ekologi akan menentukan masa depan bumi. Tentunya krisis ekologi dan non-ekologis membutuhkan penanganan yang berbeda dari manusia. Yang menjadi permasalahan yang terlihat hari ini adalah bahwa manusia mengorbankan ekologi demi kepentingan non-ekologi. Memperbaiki prekenomian dan mengeksploitasi alam dengan berlebihan, misalnya.


Propaganda menjaga keseimbangan ekologi tentunya sudah dimulai sejak lama, tahun 1960-an. Kurang lebih 60 tahun menyuarakan krisis ekologi, namun tidak banyak yang bisa diselesaikan, yang ada hanya permasalahan yang semakin kompleks.


Akar masalah ini tentunya dari pandangan antroposentris, menganggap bahwa entitas manusia dan alam adalah dua hal yang berbeda. Pandangan ini meletakkan kelas manusia lebih tinggi dari pada alam. Kesadaran yang masih minim, bahwa manusia sebagai bagian dari pada alam dan bergantung pada alam. Terancamnya keberlangsungan ekologi juga membuat eksistensi manusia di bumi ikut terancam. 


Oh iya, di tengah-tengah tulisan saya, saya kemudian searching apakah ada hari laki-laki sedunia, untuk memastikan barangkali saja ada tapi saya tidak tahu. Sialnya, saat saya mengetik “Hari Laki-laki Sedunia”, muncul 19 November sebagai hari peringatannya. Sial yang saya maksudkan, kok saya baru tahu hari ini. Muncul lagi pertanyaan, kok teman-teman saya di sosial media, sejauh yang bisa saya jangkau tidak menggaungkan hari ini, kenapa? Apakah mereka tidak tertarik? (Tapi toh mereka ikut menggaungkan hari perempuan sedunia), atau mereka sama tidak tahunya dengan saya. Tidak tahu pastinya.


Namun yang pasti saya ketahui, bahwa sejarah lahirnya kedua hari momentum tersebut jelas sangat berbeda, dimulai dari gerakan dan keputusan akhir menetapkan hari tersebut. (seraching untuk tahu lebih jauhnya).


Sangat sederhana dan tidak disadari, bahwa perempuan sejak dari dulu memperjuangkan eksistensinya dan tidak mendapatkan secara cuma-cuma. Jika semangat itu tetap terjaga sampai hari ini, maka tantangan dunia semacam krisis ekologi bukan lagi hal besar yang harus dipecahkan oleh perempuan. Sejalan dngan pandangan Francoise d’Eubonne bahwa perempuan memiliki potensi untuk membuat sebuah perubahan dalam lingkungan hidup untuk menjamin kelangsungan hidup manusia di bumi.


Jika perempuan dunia mampu melanggengkan propaganda IWD sampai hari ini, maka semangat itu juga dibutuhkan untuk mempropagandakan krisis ekologi dan bagaimana berkontribusi untuk menjawab tantangan dunia.


*Tulisan Diluar Tanggung Jawab Redaksi*

Tags:
Top ad
Middle Ad 1
Parallax Ad
Middle Ad 2
Bottom Ad
Link copied to clipboard.