Refleksi Bulan Puasa dan Pandemi Covid 19
OPINI, Sulselpos.id---Puasa sejatinya adalah menahan, Puasa dalam bahasa Arab disebut dengan istilah “as-shiyam” yang berarti “menahan”, “berhenti”, atau “tidak bergerak”. Puasa dalam terminologi agama Islam adalah menahan diri dari makan, minum dan hubungan suami-istri (bagi yang sudah menikah) sejak terbit fajar sampai matahari terbenam.
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. Al-Baqarah (183), Telah jelas Allah SWT telah memerintahkan Ummat Islam untuk melaksanakan Ibadah puasa, selain dari salah satu rukun islam perintah Wajib ini pula sebagai suatu bentuk merefleksikan diri sebagai Ummat yang beragama.
Dalam sejarah perjalanan umat Islam, banyak terjadi peristiwa-peristiwa penting di bulan Ramadhan ini. Misalnya, peristiwa perang badar. Selain perang badar, peristiwa penaklukan atau pembebasan kota Makkah oleh Nabi Muhammad Saw dan 10.000 tentaranya juga terjadi pada bulan Ramadhan. Begitu pula halnya, ibadah puasa Ramadhan pada hakikatnya merupakan satu bentuk peperangan besar antara diri kita dan hawa nafsu. Selain peristiwa perang, ada juga peristiwa penting lainnya dalam Islam yang terjadi pada bulan Ramadhan yakni, bulan turunnya Al-Qur’an dari Allah SWT melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Saw untuk disampaikan kepada seluruh ummat.
Seyogyanya puasa adalah menahan diri dari makan, minum dan hubungan suami-istri (bagi yang sudah menikah) sejak terbit fajar sampai matahari terbenam. Tapi apakah berpuasa itu hanya menahan diri sebatas sesuatu yang bersifat fisik saja?
Selain berpuasa untuk melatih kita menahan diri dari sesuatu yang bersifat fisik, berpuasa juga melatih kita untuk selalu bersabar, ikhlas, saling menghargai dan, selalu berbaik sangka lain sebagainya. Menurut Dr. Tarmizi Taher (2007) dalam bukunya Berislam Secara Moderat menjelaskan, orang yang berpuasa tidak boleh mempunyai pikiran jahat ataupun terbesit keinginan berbuat jahat, apalagi merencanakan sebuah kejahatan, menjaga hati dari sifat dengki, jasad, benci tanpa alasan yang dibenarkan syar’i, serta dendam. Jadi berpuasa adalah bagian bentuk pengendalian diri (self control).
Selain itu, di tengah situasi saat ini, ketika wabah Covid 19 begitu masif dan sangat agresif, maka manusia perlu meningkatkan rasa aman dan juga keimanannya, sekaligus juga daya imunitasnya.
Iman yang menghiasi jiwa manusia akan membuat hidup tegar, apapun yang dihadapi. Di tengah mewabahnya Covid 19 setiap diri kita akan memaknai peristiwa ini sebagai hal yang harus kita maknai suatu musibah atau pun cobaan dari Allah SWT
“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”. (QS. Ar Ra’d ayat 28)
Pada kenyataannya, bahkan pengalaman manusia menunjukkan bahwa kehadiran Allah tidak jarang dipertanyakan oleh Jiwa sehingga menimbulkan semacam keraguan dalam hati.
Berangkat dari itu, kita sebagai ummat muslim haruslah tetap menjalankan kewajiban yang diperintahkan Tuhan terkait puasa serta menahan diri, disisi lain bahwasanya pandemi ini bukan sebuah hambatan dan alibi untuk tidak melaksanakan ibadah puasa, pemerintah juga telah terang-terangan memberikan kita keleluasaan untuk melaksanakan ibadah seperti sholat berjamaah dimasjid dengan menerapkan protokol kesehatan, seyogyanya perlindungan diri dan orang terdekat dari wabah ini menjadi Poin Utama dalam menjalankan Syariat Islam.
Penulis: Muh Waliyuddin_Kader HMI
*Tulisan Diluar Dari Tanggungjawab Redaksi*
Editor: Anthy