Ad Under Header

Logika Fang iFuL Tentang Wajib Vaksin


OPINI, Sulselpos.id - Disekitar saya sering terdengar perdebatan antara Pro-Kontra yang terjadi tentang setuju atau tidaknya vaksinasi itu dilakukan dan saya menganggap itu bagian dari dinamika keterbukaan atau kita istilahkan demokratisasi.


Ada yang menanti untuk segera divaksin berharap agar bisa kembali beraktifitas normal. Di sisi lain, sering juga saya dengar informasi yang menolak untuk divaksin dengan berbagai argumen, mulai dari alasan efek samping sampai pada masalah keyakinan. 


Dari dua ragam pandangan di atas, saya berada pada posisi, lebih baik lengan saya disuntik untuk lebih menenangkan suasana hati saya, dengan beberapa pertimbangan.


Pertama, kesiapan saya divaksin adalah wujud kepercayaan saya kepada pemerintah. Mengapa saya percaya pemerintah? Karena pemerintah adalah entitas yang paling berdasar untuk saya percayai dalam sistem bernegara, karena pemerintah dikelilingi oleh berbagai sistem kontrol. 


Kalau pemerintah salah langkah dalam berikhtiar, sungguh banyak konsekuensi yang akan dihadapinya, yaitu ancaman rusaknya masa depan dirinya sendiri lalu tersendatnya cita-cita bernegara yang kesemuanya akan menjadi History atau kesalahan yang tidak akan pernah terhapus. 


Dari situ tidak mungkin saya mengikuti pandangan yang berkeliaran tanpa kontrol sistem dan tanggung jawab moral. 


Pandangan orang atau kelompok di luar pemerintah yang membuat orang lain mengikutinya dan ternyata salah, mereka tidak mengambil tanggung jawab politik dan karenanya sangat mudah mereka berlepas tangan. 


Pemerintah menerapkan kebijakan vaksin setelah menempuh proses uji coba dan pertimbangan lama. Sementara pandangan-pandangan kontra tentu tidak berada pada rel proses itu, atau bahkan bisa saja berdasar pada pandangan sentimentil belaka. 


Kedua, saya juga siap divaksin karena dalam tubuh saya sudah mengalir darah yang bercampur dengan bahan vaksin sejak kecil. 


Lengan dan pangkal paha saya menyisakan bekas tidak terhapus dari beberapa vaksinasi yang saya terima, mulai dari vaksin TBC, vaksin Tetanus, vaksin Polio, vaksin hapatitis dan vaksin influenza. 


Denyut nadi tubuh saya sudah begitu lama beradaptasi dengan beragam vaksin dan karenanya tidak begitu penting bagi saya untuk menguras tenaga mempersoalkan kebijakan vaksin dari pemerintah saya, yang juga di cap halal oleh MUI.


Karena ada yang menganggap vaksin itu haram, olehnya itu saya tidak pernah tertarik memperbicangkan halal-haramnya sebuah bahan vaksin karena saya lebih tertarik pada misi 'kemasalahatan kehidupan'. 


Bagi yang tidak percaya vaksin itu berguna, mungkin baiknya tinggal di hutan (hukum rimba) bukan maksud memarginalkan saudara-saudara sekalian itu Doorprize yang pantas buat pembangkang. 


Logikanya adalah kalau pemerintah saat ini hanya menargetkan 70% masyarakat kota atau desa wajib vaksin itu gampang dan sangat mudah sekali dilakukan.


Hanya dengan mengambil data di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Capil) lalu menyalin masing-masing NIK (Nomor Induk Kependudukan) lalu cairan vaksin itu dibuang ke laut atapun ditempat lainnya yang tidak bisa dijangkau.


Tapi itu tidak dilakukan karena saya menganggap pemerintah saat ini, baik yang di Pusat, Provinsi, Kabupaten atau Desa, sayang kita, peduli kita dan mencintai kita yang dibuktikan dengan perhatian wajib Vaksin.


Penulis : Fang iFuL 

(Pemuda Desa Aska, Sinjai Selatan)


Tulisan Tanggung Jawab Penuh Penulis

Tags:
OPINI
Top ad
Middle Ad 1
Parallax Ad
Middle Ad 2
Bottom Ad
Link copied to clipboard.