Belum Ada Kepastian Hukum, Dr Nursyamsiah Gelar Konferensi Pers
MAKASSAR, Sulselpos.id - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Organisasi Pergerakan Mahasiswa (OPM) bersama korban dugaan pelanggaran UU ITE menggelar konferensi pers di Warkop PWI, Jalan AP Pettarani, Makassar, Senin (31/01/22).
Kasus ini bermula pada tanggal 5 Juni 2017 lalu, dimana Nur Syamsiah melaporkan Ramsiah Tasruddin dengan dugaan pelanggaran UU ITE atau dugaan tindak pidana Penghinaan melalui Media Sosial.
Sebagaimana dimaksud pasal 27 ayat (3) Jo pasal 45 ayat (3) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan baru ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Gowa, 2 tahun kemudian, tepatnya Oktober 2019.
Pelapor Dr Nursyamsiah menjelaskan bahwa kronologi kejadian, yakni adanya informasi percakapan di salah satu group Whatsapp yang membahas tentang penutupan penyiaran radio kampus.
Apa yang dilakukan terhadap penutupan stasiun siar radio sudah sesuai ketentuan dan aturan yang ada, yaitu menjelang Magrib atau sekitar pukul 18:00 dan jangan diplesetkan bahwa ditutup untuk selamanya, sehingga mahasiswa dapat beristirahat dan kembali melanjutkan aktivitas esok harinya.
"Ini menjadj bagian dari wewenang saya untuk melakukan pengawasan terhadap aktivitas mahasiswa utamanya dalam menjaga kesehatannya, yang tentunya ini tugas kita bersama dalam mendidik generasi penerus bangsa," ungkapnya.
Bukan hanya itu, Dr Nursyamsiah merasa keberatan, karena pembahasan yang dianggap sebagai kebebasan berpendapat dan berekspresi sudah tidak sewajarnya, karena telah masuk ke ranah pribadi yang berhubungan dengan martabat derajat keluarganya.
Dr Nursyamsiah kemudian mengambil tangkapan layar dialog percakapan di grup WA dan menyerahkannya ke Polres Gowa sebagai barang bukti dalam pelaporannya.
"Kasus ini sudah berapa kali mondar mandir dari Polres Gowa ke Kejaksaan Negeri (Kejari) dengan alasan barang bukti yang belum terpenuhi. Meski pihak Polres Gowa telah memeriksa dan melampirkan berkas belasan saksi," jelasnya.
Untuk itu, Dr Nursyamsiah berharap agar tidak ada tebang pilih dalam hal penanganan perkara hukum dan berharap agar penegak hukum dapat bekerja lebih profesional.
"Sebagai korban saya meminta kepastian hukum dari aparat, yang dimana kasus saya sudah bergulir sudah lama tapi belum ada kepastian hukum," terangnya.
Sementara itu, Ketua DPP OPM, Ilham Arif mengungkapkan kasus ini dia kawal dari tahun 2017 hingga saat ini.
"Kami mengawal kasus ini karena korban itu merupakan Dewan Pembina kami di OPM orang lain saja mati-matian kami bela apalagi beliau orang tua kami, olehnya itu kami beberapa kali aksi baik itu di Kejari, Polres Gowa dan aksi terakhir di Kejati Sulsel. Namun hingga saat ini tidak ada kepastian hukum," jelasnya.
Lebih lanjut, Ilham Arif mengatakan bahwa "Dalam waktu dekat ini ketika tidak ada kepastian hukum maka kami akan melakukan aksi besar-besaran di Polda Sulsel dan Kejati Sulsel dengan menurunkan seluruh kader OPM yang ada disetiap kampus di Sulsel," tutupnya.
Haeril