Ketua Kohati HMI Cabang Makassar Berharap Lebih Banyak Perempuan yang Berperan di Dunia Politik
Eka Sulaeka Ketua Kohati HMI Cabang Makassar |
MAKASSAR, Sulselpos.id - Ketua Kohati HMI Cabang Makassar, Eka Zulaika berharap pada momentum Tahun politik 2023 banyak perempuan yang berpartisipasi.
"Semoga perempuan bisa berpartisipasi di momentum politik tahun depan sesuai dengan kapasitas dan kualifikasinya, bukan hanya sekedar pemenuhan kuota 30% agar betul-betul ada keterwakilan perempuan di panggung politik yang betul-betul mengawal apa kebutuhan perempuan," ujarnya, Kamis (22/12/22).
Eka Sulaeka mengungkapkan Perempuan harus bisa mengasah kemampuannya secara pengetahuannya agar mampu mengisi panggung politik, agar tidak sekedar jadi pelengkap atau pemenuhan kuota 30% keterwakilan perempuan sebagai syarat secara administrasi di parpol.
Dirinya juga menjelaskan terkait peran Perempuan dalam ranah organisasi. Menurutnya, mungkin saya berangkat dari kondisi hari ini juga pengalaman saya sejak saya menjadi ketua kohati korkom hingga sekarang menjabat sebagai ketua kohati cabang.
"Posisi perempuan memang banyak di pengaruhi oleh lingkungannya, dimana lingkungan kita Sebagian besar memahami/ telah mengakar budaya patriarkinya yang selalu menempatkan posisi laki-laki lebih tinggi di banding perempuan, padahal sebagaimana kita ketahui bahwa laki-laki dan perempuan hanya berbeda di persoalan peran biologisnya laki-laki punya penis dan perempuan punya vagina dan rahim, sedangkan peran-peran di ruang public tidaklah ada pembedaan," jelasnya.
"Namun karena konstruksi budaya atau menafsirkan ayat-ayat Al- Qur’an secara Misoginis sehingga baik laki-laki atau perempuan memiliki pemahaman yang tidak ber-keadilan gender," lanjutnya.
Ketua Kohati Cabang Makassar menjelaskan, Karena diskriminasi terhadap perempuan itu pelakunya tidak selalu laki-laki tapi juga sesama perempuan.
"Nah pemahaman bias gender inilah yang menghasilkan banyak dampak, misalnya suboordinasi terhadap perempuan, marginalisasi terhadap perempuan, sterotype, kekerasan terhadap perempuan dan sebagainya," katanya
"Posisi perempuan di ranah organisasi pun di pengaruhi oleh pemahaman-pemahaman yang bias gender tersebut, misalnya kita di HMI walaupun di NPD ( Nilai dasar perjuangan) telah membahas persoalan Kemanusiaan dan Keadilan tapi realitanya beberapa oknum juga banyak yang jadi pelaku kekerasan terhadap perempuan, banyak yang berpahaman tidak berkeadilan gender," ujar Ketua Kohati Cabang Makassar.
Dirinya mengungkapkan, Misalnya saja dalam momentum kontestasi pemilihan ketua umum HMI jarang ada perempuan yang ikut berkontestasi bersama HMI-wan, jadi seakan-akan HMI ini berjenis kelamin laki-laki sedangkan Kohati berjenis kelamin perempuan. Padahalkan tidak demikian tapi itulah realitas yang terjadi di organisasi kita.
Apa saja tantangan menjadi Aktivis perempuan?
1. Pemahaman patriarki yang mengakar di Indonesia
2. Pemahaman tafsir-tafsir keagamaan yang bersifat tidak berkeadilan gender
3. Dampak Moderenisasi ( Hilangnya kesadaran) Generasi milenial- generasi Z ( internet- terhegemoni dgn kapitalis -influencer)
Pardi