Ad Under Header

Euphoria Konser dan Pemuda


OPINI, Sulselpos.id - Setelah konser K-Pop Blackpink usai dan dinyatakan sukses diselenggarakan, selanjutnya grup musik rock asal Inggris, Coldplay, akan menggelar konser di GBK – Jakarta pada 15 November mendatang. Konser ini merupakan rangkaian Music of the Sphreres World Tour yang diselenggarakan di Asia dan Australia. Rencana Kedatangan grup musik legendaris dunia ini benar-benar menumbuhkan antusiasme di masyarakat luas. Harga tiket konsernya pun sudah diungkap, yaitu mulai dari Rp. 800 ribu hingga Rp. 11 juta. 

Meskipun konser baru akan dilaksanakan pada akhir tahun 2023 nanti, namun khalayak ramai telah bersiap untuk melakukan “war” demi bisa mendapatkan tiket konser tersebut. Antusiasme ini diprediksi akan mencapai puncaknya saat tiket mulai dijual pada 17-19 Mei mendatang. Penjualan tiket konser Coldplay ini akan dibagi dua jenis, yakni pre-sale pada 17-18 Mei serta penjualan umum pada 19 Mei yang akan ramai diserbu penggemar. War tiket konser semacam ini biasa terjadi terutama konser K-Pop dan musisi internasional dengan ribuan penggemar.

Meski membutuhkan biaya yang cukup besar untuk menghadiri konser tersebut, para penggemar mulai dari kalangan pemuda masyarakat biasa sampai selebritis yang terkenal tajir biasanya akan tetap rela berkorban finansial demi berjumpa idolanya. Tentu yang harus fans siapkan bukan hanya uang tiket, tapi juga akomodasi menuju GBK Jakarta, makan dan minum, aksesoris Coldplay, dan biaya penginapan jika diperlukan. 

Pertanyaan selanjutnya, benarkah masyarakat haus akan hiburan? Tak dimungkiri kesulitan hidup kian menjerat masyarakat. Lowongan pekerjaan sulit, harga BBM naik, pendidikan mahal dan sebagainya. Stress ataupun depresi seolah hal yang wajar menghinggapi masyarakat sehingga butuh hiburan.

Namun menilik harga tiket konser yang tidak bisa dikatakan murah, rasanya masyarakat tidak sekedar butuh hiburan. Namun cengkeraman paham kebebasan dalam ideologi kapitalisme lebih mendominasi. Kebebasan berekspresi, bertingkah laku menjadi keniscayaan. Karenanya berbondong-bondonglah mereka menghadiri konser. Kondisi inipun didukung dengan pemberian ijin oleh pihak berwenang. 

Mampu hadir dan ikut serta dalam konser yang dilaksanakan memunculkan asumsi baru, Apakah ini prestasi atau menunjukkan kemunduran pemuda saat ini ?

Karakter pemuda Muslim lebih cenderung berjuang untuk mendapatkan tiket konser, kesenangan dunia yang fana daripada berjuang untuk mendapatkan tiket menuju takwa dengan mengisi aktivitasnya yang bernilai pahala di sisi Allah, seperti shalat berjamaah, memakmurkan masjid, menuntut ilmu, berdakwah, dan lain sebagainya.

Di sisi lain, peserta konser didominasi para pemuda. Sosok yang memiliki potensi luar biasa dibandingkan segmen umur lainnya. Bahkan Bung Karno menyampaikan "Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia.” Ini menunjukkan potensi luar biasa yang dimiliki pemuda dibanding orangtua. Pemuda juga menjadi agen perubahan. Di pundaknyalah estafet perjuangan, pembangunan, dan peradaban bangsa dipegang. Maka jika pemuda berkarakter baik dan berjiwa pejuang niscaya peradaban gemilang akan diraih. Sebaliknya jika para pemuda tak memiliki karakter seperti itu, maka gambaran kemerosotan dan kemunduran peradaban akan terbayang.

Demikian pula jika pemuda terlena dengan hiburan musik atau konser yang sesaat. Ditambah menenggak minuman keras yang bisa merusak akal, maka tingkah laku sesat yang dihasilkan jauh dari kebaikan dan kemajuan. Lantas di pundak siapakah harapan kemajuan peradaban akan digantungkan jika pemuda sebagai subyek perjuangan justru abai berjuang?

Maka pemuda sebagai pemegang kunci perjuangan seharusnya menjadi perhatian bersama baik keluarga, masyarakat, dan negara. Sebagai aset tak ternilai perlu dipersiapkan menjadi subyek perubahan. Persiapan itu bahkan sejak masih dalam kandungan. Dan inilah yang dilakukan oleh Islam sehingga mampu memiliki peradaban yang gemilang.

Pemuda hari ini terjebak dalam jurang sekulerisme, yang tidak melibatkan agama dalam kehidupan. Enggan diatur dan cenderung ingin hidup bebas (liberal). Para pemuda itu mencintai para penyanyi idola mereka melebihi kecintaan mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menciptakannya dan Rasulullah SAW sebagai kekasih-Nya. Ini adalah fitnah yang amat besar.

Karakter pemuda muslim seharusnya seperti yang telah disampaikan oleh Rasulullah dalam sebuah hadis, yaitu ada tujuh golongan yang mendapatkan naungan Allah kelak pada hari kiamat. Dan salah satunya adalah pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allah.

Krisis karakter pemuda muslim hari ini adalah tanggung jawab semua pihak. Baik orang tua di rumah, masyarakat di tempat ia hidup, guru di sekolah, juga negara sebagai pengurus urusan rakyat. Jangan sampai pemuda kita semakin jauh dari nilai Islam dan semakin dekat dengan ide barat yaitu liberal dan sekuler.

Maka adalah suatu kebutuhan bagi kita hingga negara, menjadikan Islam sebagai landasan dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat dan bernegara untuk membangun pemuda yang berkualitas, bervisi surga dan dirindukan surga.

Penulis : Herawati Haris
(Guru SMP Negeri 07 Sinjai) 

*Tulisan tanggung jawab penuh penulis
Tags:
OPINI
Top ad
Middle Ad 1
Parallax Ad
Middle Ad 2
Bottom Ad
Link copied to clipboard.