Dibalik Pintu Kampus : Menguak Kekerasan Seksual dan Upaya Perlindungannya
Gambar Ilustrasi |
OPINI, Sulselpos.id - Kekerasan seksual di lingkungan kampus adalah masalah yang sangat serius dan kompleks yang kerap terjadi di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Kekerasan seksual di kampus dapat berupa pelecehan verbal, fisik, atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.
Korban kekerasan seksual di kampus biasanya perempuan dan kelemahan serta ketidakberdayaan mereka menjadi celah bagi para pelaku untuk membujuk korban agar menuruti hawa nafsunya.
Kekerasan seksual saat ini masih sering terjadi di kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah maupun perkantoran.
Menurut data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak yang digagas oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, pada tahun 2022 terdapat 11.686 kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia.
Adapun penyebab kekerasan seksual di kampus bisa beragam, antara lain :
1. Penyalahgunaan Kekuasaan
2. Budaya Permisif Dan Patriarki
3. Kurangnya Edukasi
Dampak kekerasan seksual sangat luas dan merugikan, mulai dari trauma psikologis, gangguan kesehatan mental, penurunan prestasi akademis, hingga putusnya hubungan sosial.
Korban sering kali merasa malu, takut, dan enggan melaporkan kejadian tersebut karena stigma dan potensi retaliasi.
Studi Kasus
Pada tahun 2021, di sebuah universitas ternama di Yogyakarta, seorang mahasiswi berinisial A (20 tahun) mengalami kekerasan seksual oleh seorang dosen berinisial B (45 tahun).
Kegiatan tersebut terjadi Ketika B mengajak A untuk berdiskusi tentang tugas akhir di ruangannya setelah jam kuliah. Dosen tersebut menggunakan alasan bimbingan akademis untuk mendekati A secara pribadi.
Selama sesi diskusi, dosen tersebut mulai membuat komentar yang tidak pantas tentang penampilan A dan mulai menyentuhnya dengan cara yang tidak wajar.
A merasa sangat tidak nyaman dan berusaha menolak, namun dosen tersebut semakin agresif dan memaksa. A berhasil melarikan diri dengan beralasan ingin pergi ke toilet dan segera melaporkan kejadian tersebut ke pihak universitas.
Setelah melaporkan tindakan tersebut, pihak universitas mulai mengambil tindakan dengan memulai investigasi formal, namun ternyata prosesnya berjalan sangat lambat dan kurang transparan sehingga menyebabkan ketidakpuasan korban.
meskipun ada beberapa laporan informal dari mahasiswa lain terkait pelaku namun pihak kampus belum mengambil tindakan tegas hingga saat ini dengan alasan kurangnya bukti dan keengganan para korban untuk memberikan kesaksian.
Upaya Dan Implementasi Pencegahan
Untuk menghindari kekerasan seksual di lingkungan kampus memerlukan tindakan yang sistematis dan komprehensif.
Berikut beberapa upaya dan implementasi yang dapat di ambil :
1. Kampanye Edukasi : Universitas harus menyelenggarakan kampanye edukasi yang konsisten tentang kekerasan seksual, pentingnya persetujuan, dan bagaimana cara melaporkannya. Ini bisa dilakukan melalui seminar, workshop, dan materi edukatif yang disebarkan kepada seluruh mahasiswa dan staf.
2. Pelatihan untuk Dosen\Staf dan Mahasiswa : Memberikan pelatihan tentang pengenalan tanda-tanda kekerasan seksual dan cara menanganinya, baik untuk dosen, staf, maupun mahasiswa. Pelatihan ini mencakup cara memberikan dukungan kepada korban dan prosedur pelaporan.
3. Unit Khusus Penanganan Kekerasan Seksual : Membentuk unit khusus yang bertugas menangani kasus kekerasan seksual di kampus. Unit ini harus terdiri dari profesional yang terlatih dalam menangani kasus kekerasan seksual, termasuk psikolog, konselor dan ahli hukum.
4. Penerapan Sanksi yang Tegas: Universitas harus memiliki kebijakan yang tegas dan transparan mengenai sanksi terhadap pelaku kekerasan seksual. Ini termasuk pemecatan atau skorsing bagi staf yang terbukti melakukan kekerasan seksual dan tindakan disipliner bagi mahasiswa pelaku kekerasan seksual.
Dengan melaksanakan upaya dan mengimplementasikan langkah-langkah pencegahan ini, universitas dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan suportif bagi seluruh komunitas kampus, mengurangi insiden kekerasan seksual dan memberikan dukungan yang dibutuhkan bagi korban untuk pulih dan melanjutkan kehidupan akademis mereka.
Penulis : Zakiyah Muflihah
(Mahasiswa Ilmu Ekonomi 2021 – UIN Alauddin Makassar)
Tags:
OPINI