Makna Mendalam Bumi Panrita Kitta bagi Muzayyin-Ikhsan



SINJAI, Sulselpos.id - Kabupaten Sinjai dikenal dengan julukan Bumi Panrita Kitta. Tempatnya para panrita; cendekiawan, orang berilmu, dan menjadi teladan bahkan di masyarakat.

Lantas, bagaimana Muzayyin Arif dan A Ikhsan Hamid, calon bupati dan wakil bupati Sinjai memaknai julukan itu? Apa yang akan dilakukan.

Menurut Muzayyin, istilah Bumi Panrita Kitta sangatlah indah. Mencerminkan wajah Sinjai sebagai tanah tempat lahirnya orang-orang dengan kapasitas mumpuni.

Muzayyin menuturkan, istilah itu harus melebar lagi pemaknaannya. Tidak hanya cendekiawan yang bersegmen agama dan kebudayaan. Namun juga bidang lain. Termasuk dalam ilmu-ilmu modern pada era digital ini.

"Makanya, MAIKI (akronim Muzayyin-Ikhsan) punya program khusus untuk melahirkan banyak cendekiawan," ucap Muzayyin, Jumat (18/10/24).

Salah satu terobosan yang ingin dijalankan pasangan calon nomor urut 1 di Pilkada Sinjai 2024 itu adalah program 1.000 cendekiawan baru. Program beasiswa dari pemerintah daerah namun dengan konsep yang lebih segar.

Menurut Muzayyin, Muzayyin menjelaskan, bila selama ini beasiswa identik untuk mereka yang tidak mampu, beasiswa ini justru untuk anak-anak yang mampu.

"Mampu dalam artian mampu dari sisi kapasitas intelektual. Mereka yang berprestasi dan juga berbakat pantas mendapatkan apresiasi dan bantuan dari pemerintah daerah," ucap Muzayyin mantan wakil ketua DPRD Sulsel itu.

Lantas, dari mana siswa-siswi berprestasi itu didapat? MAIKI telah menyiapkan konsepnya. Sinjai Got Talent. Nantinya, program ini akan mirip ajang pencarian bakat-bakat. Tim khusus akan turun ke desa-desa untuk menjaring anak-anak yang memenuhi kriteria.

"Saya membayangkan paling tidak ada 10 orang dari setiap desa yang akan terjaring," imbuh Muzayyin yang memang dikenal sebagai praktisi pendidikan itu. 

Dia antara lain pernah menjadi direktur sekolah bertaraf internasional bernama Sekolah Insan Cendekia Madani di Serpong, Pimpinan Pesantren Darul Istiqamah, hingga menjadi pendiri Sekolah Putri Darul Istiqamah atau Spidi yang kini menjadi sekolah referensi Google pertama di kawasan timur Indonesia itu. 

Muzayyin juga menjadi salah satu tokoh yang merintis pesantren pertama di Amerika Serikat bersama Shamsi Ali, Imam Besar Islamic Center of New York.

Muzayyin menambahkan, jika ada 1.000 cendekiawan baru yang bisa dibina, efek positifnya untuk daerah akan luar biasa. 

"Makanya pemda harus menjadi sponsor tunggal dari beasiswa itu. Agar nanti setelah selesai pendidikannya, para cendekiawan muda kita itu akan pulang mengabdi untuk daerahnya," timpal Muzayyin.

Muzayyin mengaku punya tanggung jawab moral untuk melakukan itu. Sebab leluhurnya adalah pemuka agama di Sinjai. 

Kakeknya, KH Ahmad Marzuki Hasan, adalah ulama karismatik Sinjai, sosok pejuang di bidang keagamaan, yang juga pendiri Darul Istiqamah, salah satu jaringan pesantren terbesar di Indonesia. 

Kyai Marzuki dilahirkan pada 31 Januari 1917 di Sinjai, Ayahnya bernama Kyai Hasan, seorang qadhi di Sinjai Timur, sedangkan ibunya Syarifah Aminah.

Saat Belanda berkuasa di Indonesia, suasana keagamaan telah bergeliat ramai, termasuk di Sinjai. Qadhi memegang wewenang penuh untuk urusan agama dan kemasyarakatan. Qadhi dikenal juga sebagai Panrita, memiliki karisma yang tinggi di masyarakat.

Di Sinjai ada dua qadhi. Qadhi Kyai Hasan atau dikenal Fakkali Cambang menjadi Qadhi di Timur, sedangkan Kyai Thahir di Lamatti atau tepatnya di Balangnipa.

Sementara itu, Ikhsan menambahkan, mereka mendambakan para penerima beasiswa itu berasal dari basis keterampilan dan bidang yang beragam. 

Ada yang jago pertanian, perikanan, peternakan, digital marketing, ilmu agama, olahraga, dan bidang-bidang lainnya.

"Dengan begitu, Sinjai akan makin dikenal sebagai Bumi Panrita Kitta. Itu bakal jadi daya tarik datang ke Sinjai," ucap Ikhsan. 

Haeril

0 Komentar